"Jadi dokter itu enak. Tinggal usap-usap 5 menit, ngobrol sebentar, 
uangnya banyak. Bisa ke luar negeri bolak/i, mobil mewah, rumah gede."
Ada yang punya pikiran seperti itu? Saya yakin banyak. Banyak banget 
malah. Makanya engga heran banyak orangtua yang mencita-citakan anaknya 
menjadi dokter. Bener engga?:p 
Beberapa hari yang lalu ada perayaan hari dokter nasional. Saya 
iseng-iseng googling tulisan dengan keywords "Dokter di Indonesia". Yang
 keluar dari sana kebanyakan adalah tulisan dokter yang menuntut 
perbaikan nasib, kasus dokter yang dituntut malpraktik sampai curhat 
dokter di istana negara soal tunjangan yang minim.
Gegara membaca tulisan-tulisan tadi saya jadi sedikit banyak ikut 
merenung. Di masyarakat luas, yang banyak diketahui adalah profesi 
dokter merupakan profesi terhormat yang gampang untuk sukses (baca: kaya
 raya) . Bahwa dokter banyak bermain kotor dengan pabrik obat sehingga 
gampang sekali meresepkan obat mahal untuk pasiennya yang bahkan mungkin
 tidak diperlukan. Bahwa dokter, dengan bayarannya yang terhitung mahal,
 harus siap siaga 24 jam tanpa boleh salah.
Banyak (banget) yang masyarakat umum tidak ketahui.
Sekolah dokter itu lama. Dan mahal. Saya ingat, sewaktu masih kuliah 
dulu, saya sempat malu hati ketika teman-teman SMA saya satu persatu 
lulus dan mulai bekerja di berbagai perusahaan. Ada yang cerita ke saya 
bahwa gaji pertamanya langsung dibelikan sepatu bermerk untuk ibunya. 
Sementara saya? Boro-boro gaji pertama, untuk bisa ujian semester saja 
masih harus meminta pada mama. Bukan rahasia lagi kalau buku kedokteran 
harganya mahaaaal. Jaman saya sepuluh tahun yang lalu, harga buku atlas 
anatomi Sobotta (yang hanya terpakai satu semester) satu setnya mencapai
 hampir 2 juta rupiah. Itu baru satu mata kuliah lho. (Kalau ada yang 
nyeletuk "fotokopi aja!"--> pasti engga tahu deh atlas tuh yang kayak
 gimana:)))) ). Belum lagi untuk mata kuliah yang lain. 
Saya engga pernah beli buku textbook karena "kasihan" pada mama saya 
yang single parent. Jadilah saya rajin sekali menginap di rumah sahabat 
untuk nebeng belajar dari bukunya. Untuk buku-buku semacam atlas, saya 
foto pakai handphone supaya bisa berulang-ulang dipelajari. Terkadang 
saya dapat pinjaman dari sepupu. Hahaha, ngirit ya. Saya juga sangat 
rajin mencatat setiap kuliah dosen. Bukan karena saya pintar atau 
termasuk anak rajin-yang-mau-dapat-nilai-bagus-tiap-ujian. Bukaaaan. 
Alasannya simple, hanya karena saya engga punya uang untuk beli buku 
mahal, dan juga engga punya uang untuk membayar semester pendek 
kalau-kalau ujian saya tidak lulus. Daripada menghabiskan waktu liburan 
untuk semester pendek, lebih baik saya bekerja mencari uang buat jajan. 
Alhamdulillah, saya masih bisa membagi waktu dengan baik untuk bekerja 
sambilan. Jadi penyiar, presenter, MC, penulis kontributor di majalah, 
apa sajalah yang saya bisa kerjakan. Saya bahkan pernah melamar jadi SPG
 lho! Hanya saja begitu melihat seragam yang harus saya pakai, duh engga
 jadi deh:p
Ada yang bilang "Iyaa, engga apa-apalah. Bersusah-susah dahulu, 
bersenang-senang kemudian. Nanti kan setelah lulus dokter bisa cari uang
 yang banyak." Really?
Setelah lulus dokter, saya langsung diterima bekerja di klinik yang 
cukup punya nama. Gedungnya bertingkat, full AC, berlift dan kebanyakan 
pasiennya adalah orang kantoran yang bekerja di gedung yang sama. 
Pikiran orang (termasuk teman kost saya) waktu itu selalu "Wah kan kamu 
udah dokter, udah kerja, pasti kaya raya." Sayang sekali, asal tahu aja 
nih, "gaji" yang saya peroleh adalah harian. Setiap hari, saya diberi 
uang duduk Rp. 6000,00 saja. Kebayang engga, langsung habis kepotong 
uang parkir:))) Kalau ada pasien lain lagi, per orangnya saya mendapat 
tambahan RP. 5.000,00. Alhamdulillah, sedikit pun tidak pernah saya 
sesali.
 Kalau mau hitung-hitungan, uang yang saya dapatkan dari "pekerjaan 
sambilan" saya jauuuuh lebih banyak dibandingkan dengan menjadi dokter. 
Selain itu, bekerja sebagai penyiar tidak berisiko tinggi, setidaknya 
engga bawa-bawa nyawa orang. Menyenangkan pula, bisa bertemu dengan 
artis-artis, mendengarkan lagu terbaru, tempatnya berAC, tanpa modal, 
dengan jam kerja yang masuk akal. Saya masih bisa nongkrong di mall, 
nyalon atau sekedar membaca buku di rumah. Lebih masuk akal dibanding 
dokter yang sepertinya harus menjadi seperti dewa, tidak boleh berhenti 
bekerja. Tapi saya engga pernah menyesal sedikit pun menjadi dokter 
walaupun kenyataannya "bayarannya" tidak sebanyak yang dibayangkan 
orang.
Kenapa?
Sejak kecil dulu, papa yang dokter selalu menyadarkan saya, boleh-boleh 
saja bercita-cita jadi dokter. Tapi luruskan dulu tujuannya. Mau apa? 
Mau kaya? Jangan. Mau bisa keliling luar negeri? Jangan. Mau punya rumah
 mewah? Jangan. Mau punya mobil banyak? Jangan. Just dont. Kalau itu 
yang dicari, sebaiknya cari pekerjaan lain saja. Pengusaha atau bekerja 
di perusahaan asing sepertinya akan lebih menjanjikan. Kalau papa saya 
bilang sih "Kalau mau kaya jadi penyanyi kayak Britney Spears aja:p" 
(Harap maklum, waktu itu si Britney lagi happening berat).
Papa saya selalu bilang, menjadi dokter adalah amanah. Tidak semua orang
 'terpilih' untuk mendapat amanah tersebut. Jangan sekali-kali terpikir 
untuk mencari uang dari menolong orang. Engga munafik, sebagai manusia 
pun tentu kita membutuhkan uang untuk hidup. Tapi papa saya yakin, kalau
 kita menolong orang, Allah akan membalas dengan selalu menolong kita 
untuk tetap bertahan hidup. Papa saya dulu adalah seorang dokter anak 
satu-satunya di suatu kecamatan di desa kecil. Pasiennya banyaaaaak 
sekali. Saya ingat betul, beliau jarang bisa beristirahat. Setiap saat, 
ada saja pasien yang mengetuk pintu rumah, bahkan di jam 1 pagi. Yang 
kejanglah, yang sesaklah, selalu ada. Setelah dilayani, banyak yang 
tidak membayar. Papa saya engga pernah marah. (Palingan anak cewek 
satu-satunya yang judes ini protes:p). Tapi memang Allah maha adil, 
alhamdulillah keluarga kami selalu mendapat rejeki. Adaaaaaa saja 
jalannya. 
Papa selalu mengingatkan saya, menjadi dokter memang berat. Anggap saja 
menabung bekal di akhirat kelak. Insya Allah, niat baik selalu diketahui
 Allah SWT.
Saya jadi ingat postingan yang bersliweran di Path kemarin. Sudah lihat belum?
Ada yang membandingkan dokter dengan buruh. Dengan pendidikan terakhir 
SMP, buruh menuntut gaji kepala 3 koma sekian juta. Sementara dokter 
yang belajar dan sekolah sekian lama serta mahal, di pelosok dimana 
listrik pun kadang ada kadang engga "hanya" digaji pemerintah 1,2 
juta/bulan. Itu pun selalu macet, terkadang baru keluar 3 bulan 
kemudian. Hari gini 1,2 juta/bulan? Mungkin banyak yang engga percaya, 
tapi begitulah keadaannya:)
Ada juga yang membandingkan dokter dengan anggota DPR. Ini sih saya no comment ah:p
Oke, sudahlah ya ngomongin soal "bayaran". Ada yang lebih penting dari ini.
Pernah terpikir engga, bahwa dokter yang sekarang sedang praktik di 
depan anda, yang tadi anda maki dalam hati karena membuat anda menunggu 
terlalu lama di dalam antrian baru saja visite atau mengunjungi pasien 
lainnya di ujung kota lainnya? Dokter ini tergesa-gesa menyetir dalam 
kemacetan untuk menemui anda sampai hampir mengalami kecelakaan lalu 
lintas?
Pernah terpikir engga, kalau dokter yang sedang menangani keluarga anda 
di malam hari bahkan belum menyentuh makanan sejak tadi pagi karena 
demikian sibuknya? Tidur terakhirnya mungkin saja sudah 2 hari yang 
lalu. Dengan tampang letih dan senyum yang bisa jadi dipaksakan, dokter 
ini dituntut melayani dengan performa terbaik, dengan fungsi mental yang
 sempurna.  Sementara anda sibuk membatin kenapa dokter ini tampak 
malas-malasan melayani anda.
Pernah terpikir engga, kalau dokter yang sedang memeriksa ayah anda 
malam hari (dan sempat membuat anda mengomel "kenapa malem banget sih 
datengnya") sedang sakit dan bahkan tidak mau beristirahat karena merasa
 bertanggungjawab dengan pasiennya? Ironi memang, saya mengenal banyak 
dokter yang akhirnya meninggal karena suatu penyakit. Dia sendiri 
mengetahui penyakitnya, tapi karena mengurusi orang lain, lebih sering 
mengabaikan keluhannya sendiri, lebih sering tidak mengikuti pola hidup 
sehat. Bagaimana mau hidup sehat kalau makan tidak teratur, tidur 
jarang-jarang, stress tingkat tinggi?
Pernah terpikir engga kalau dokter yang harus menerima telepon saat 
sedang melayani anda sebetulnya sedang dilapori pasiennya yang lain 
sedang dalam kondisi kritis? Saat anda lagi-lagi memaki dalam hati 
"Engga sopan banget ni dokter", dokter tersebut sedang berusaha 
menyelamatkan nyawa orang lain?
Pernah terpikir bagaimana perasaan dokter yang sedang memeriksa anak 
anda dan anda omeli dalam hati karena terkesan terburu-buru melayani 
anda. "Minta dibayar, tapi kok cepet-cepetan" Begitu mungkin anda 
membatin.  Pernah terpikir engga, bisa saja dokter tersebut sedang 
meninggalkan anak kandungnya yang panas tinggi di rumah, khawatir kejang
 tanpa pengawasan ibunya yang "lebih memilih" mengurusi anak orang lain?
Pernah terpikir engga kalau kasus malpraktik yang marak beredar 
disana-sini murni bukan mutlak kesalahan dokternya? Yang sering, pasien 
mengira atau menuntut malpraktik, padahal yang terjadi hanyalah 
perjalanan penyakit biasa. Saya pernah nih mengalami. Ada pasien anak 
yang terkena meningitis atau radang otak. Salah satu prosedur adalah 
pemeriksaan lumbal pungsi (mengambil cairan dari tulang belakang untuk 
menganalisa jenis bakteri). Tanpa atau dengan pemeriksaan ini, pasien 
meningitis juga bisa mengalami kelemahan atau kelumpuhan di anggota 
geraknya. Kebetulan pada saat itu, pasien ini langsung tidak bisa 
berjalan setelah dilakukan lumbal pungsi. Keluarga langsung menyalahkan 
dokter dan menganggap hal tsb malpraktik. Kesalahan dokternya memang 
karena kurang menginformasikan ini pada keluarga pasien. Dengan sekian 
banyak pasien yang mengantri, semua minta didulukan karena merasa lebih 
penting, wajar saja bukan manusia bergelar dokter ini luput?
Saya bukannya bilang dokter selalu benar. Sama seperti profesi apapun, 
yang namanya oknum pasti selalu saja ada. Saya engga menutup mata, 
memang ada OKNUM yang mencoreng nama baik dokter. Rajin meresepkan obat 
mahal yang tidak perlu untuk kejar setoran, adalah salah satu contohnya.
 Atau seperti yang saya baca hasil googling tadi, dokter mata duitan 
bisa saja memang ada. Tapi sama seperti oknum-oknum lainnya, tidak semua
 dokter begini. Saya yakin, masih banyak dokter yang mau melayani dengan
 hati. Perlu diingat baik-baik, bahwa dokter adalah manusia juga. Sama 
seperti anda, apapun profesinya. Manusia tidak ada yang sempurna, butuh 
istirahat, butuh makan, bisa lupa, bisa capek juga. Jangan berburuk 
sangka dulu, memang mudah menuduh malpraktik, menuduh tidak menghargai, 
menuduh mata duitan dan segala tuduhan lainnya. Mudah bukan berarti 
benar kan?
Masih berpikir dokter adalah profesi yang paling enak? Coba pikir sekali lagi:)
*Dikutip dari www.metahanindita.com 
 http://www.metahanindita.com/2013/10/emang-enak-jadi-dokter.html?m=1
Jumat, 20 Maret 2015
Jumat, 13 Maret 2015
UNTITLED
Hey,Kamu!
Kamu baik-baik saja?
Kamu sehat?
Ah,rasanya sudah lama namamu tidak terdengar lagi di dalam percakapanku.
Hey,Kamu!
Bagaimana kegiatanmu?
Apakah masih menyenangkan seperti biasanya?
Ah,mungkin kita terlalu sibuk bersenang-senang sampai tidak sempat untuk saling menyapa.
Hey,Kamu!
Tidak kah kau tau ini rindu?
Kamu baik-baik saja?
Kamu sehat?
Ah,rasanya sudah lama namamu tidak terdengar lagi di dalam percakapanku.
Hey,Kamu!
Bagaimana kegiatanmu?
Apakah masih menyenangkan seperti biasanya?
Ah,mungkin kita terlalu sibuk bersenang-senang sampai tidak sempat untuk saling menyapa.
Hey,Kamu!
Tidak kah kau tau ini rindu?
Kamis, 12 Maret 2015
Random Thoughts
  Tiba-tiba kepikiran tentang budaya orang Minang  men-treat anak perempuan. Di budaya Minang anak perempuan itu seperti harta karun.Terlebih soal pendidikan, untuk anak perempuan bener-bener difikirkan dan dipilihkan sekolah yang terbaik kalau bisa jangan yang 'asal-asalan'. Ini (satu-satu nya) pola pikir di budaya Minang yang paling saya setujui ;) 
IMO,wanita itu penting sekali untuk berpendidikan bagus.Wanita itu harus punya pengetahuan dan wawasan yang luas. Kenapa? karena wanita itu adalah "sekolah" pertama untuk anak-anaknya.Rekan diskusi utama untuk suaminya. Menjadi orang pertama yang dicari oleh anak-anaknya ketika tidak tau akan suatu hal, menjadi orang pertama yang dimintai pendapat oleh suaminya. Berpendidikan bagus tidak selalu tentang berkarir hebat.
IMO,wanita itu penting sekali untuk berpendidikan bagus.Wanita itu harus punya pengetahuan dan wawasan yang luas. Kenapa? karena wanita itu adalah "sekolah" pertama untuk anak-anaknya.Rekan diskusi utama untuk suaminya. Menjadi orang pertama yang dicari oleh anak-anaknya ketika tidak tau akan suatu hal, menjadi orang pertama yang dimintai pendapat oleh suaminya. Berpendidikan bagus tidak selalu tentang berkarir hebat.
Long Life Learner
Long life learner to be. . .Mungkin kata-kata itu sudah sangat tidak 
asing di kalangan mahasiswa kedokteran.Karena menurut saya 
seorang dokter memang harus terus belajar,sekolah,dan memperbaharui 
ilmunya terus menerus.Kita dituntut untuk tau segalanya,bisa mengobati 
segala macam penyakit,dan tidak dibenarkan untuk salah.Di satu sisi itu 
benar karna bagaimana mungkin kita bisa bermain-main dengan keselamatan 
hidup seseorang,tapi di sisi lain kita juga bukan Tuhan Sang Maha 
Penyembuh,Maha Sempurna.Ya,mereka tidak akan memberikan excuse untuk 
kesalahan.
HATI ITU DI OTAK
 Kadang saya kurang setuju dengan kata-kata "perasaanku mengalir begitu 
saja". Lantas, ketika berada pada situasi atau orang yang salah apakah 
kita tetap dibenarkan untuk mengikuti alur dan ayunan perasaan kita?
Ketika hal ini telah menyangkut banyak orang yang harus dijaga hatinya,menurutku perasaan seketika menjadi fleksibel. Banyak yang harus dipertimbangkan. Bukankah perasaan itu ada di otak manusia itu sendiri? Perasaan bisa "dihentikan" atau "diteruskan" dan itu diatur oleh otaknya masing-masing, harusnya. . . .
Ketika hal ini telah menyangkut banyak orang yang harus dijaga hatinya,menurutku perasaan seketika menjadi fleksibel. Banyak yang harus dipertimbangkan. Bukankah perasaan itu ada di otak manusia itu sendiri? Perasaan bisa "dihentikan" atau "diteruskan" dan itu diatur oleh otaknya masing-masing, harusnya. . . .
Indonesia Mengajar
  Sebenernya ini tulisan lama saya di blog sebelumnya di tahun 2012 mengenai review saya tentang buku Indonesia Mengajar.Di re-blog maksudnya biar semua tulisan ada di "satu tempat" saja:)
Dua hari yang lalu saya menyempatkan diri ke toko buku untuk mencari bahan bacaan dan berujung dengan membeli buku Indonesia Mengajar.Mungkin saat itu saya hanya dalam tahap 'sebatas tau' tentang program yang di pelopori oleh Anies Baswedan.
Sampai akhirnya mengerti dan Ya,saya tertegun!Saya menaruh penghormatan tertinggi kepada putra-putri terbaik bangsa yang telah melangkan lebih maju untuk melunasi janji kemerdekaan:"Mencerdaskan kehidupan bangsa".Selama seluruh saudara sebangsa kita belum tercerdaskan,maka kita belum merdeka.Merdeka nya bangsa kita belum dirasakan oleh mereka.Mereka masih belum terjamah.
"Satu keyakinan kami bahwa pendidikan harus melibatkan semua orang karna mendidik adalah tugas setiap orang terdidik"
Dan benar saja,di halaman terakhir buku ada beberapa profile pengajar muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar.Mereka jauh lebih hebat dari yang saya ekspektasikan sebelumnya!Berbekal jenjang pendidikan dari universitas terbaik serta pengalaman dan prestasi luar biasa yang mereka miliki bukan tidak mungkin melanjutkan hidup dengan kenyamanan yang mudah saja diperoleh dengan pekerjaan mereka,tapi dengan keikhlasan yang sempurna memilih mengabdi,membantu,menghidupkan kembali cita-cita anak-anak masa depan bangsa yang tinggal di pelosok negeri.
Di dalam buku ini berisi sekumpulan cerita dan pengalaman menarik,menyentuh,serta menginspirasi yang dituliskan oleh para pengajar muda,mendekatkan kita dengan kehidupan saudara se-Tanah Air kita disana.
Semoga suatu saat nanti saya ataupun kita semua bisa ikut turut serta dalam melunasi janji kemerdekaan sesuai dengan bidangnya dan jalannya masing-masing.Amin
Dua hari yang lalu saya menyempatkan diri ke toko buku untuk mencari bahan bacaan dan berujung dengan membeli buku Indonesia Mengajar.Mungkin saat itu saya hanya dalam tahap 'sebatas tau' tentang program yang di pelopori oleh Anies Baswedan.
Sampai akhirnya mengerti dan Ya,saya tertegun!Saya menaruh penghormatan tertinggi kepada putra-putri terbaik bangsa yang telah melangkan lebih maju untuk melunasi janji kemerdekaan:"Mencerdaskan kehidupan bangsa".Selama seluruh saudara sebangsa kita belum tercerdaskan,maka kita belum merdeka.Merdeka nya bangsa kita belum dirasakan oleh mereka.Mereka masih belum terjamah.
"Satu keyakinan kami bahwa pendidikan harus melibatkan semua orang karna mendidik adalah tugas setiap orang terdidik"
Dan benar saja,di halaman terakhir buku ada beberapa profile pengajar muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar.Mereka jauh lebih hebat dari yang saya ekspektasikan sebelumnya!Berbekal jenjang pendidikan dari universitas terbaik serta pengalaman dan prestasi luar biasa yang mereka miliki bukan tidak mungkin melanjutkan hidup dengan kenyamanan yang mudah saja diperoleh dengan pekerjaan mereka,tapi dengan keikhlasan yang sempurna memilih mengabdi,membantu,menghidupkan kembali cita-cita anak-anak masa depan bangsa yang tinggal di pelosok negeri.
Di dalam buku ini berisi sekumpulan cerita dan pengalaman menarik,menyentuh,serta menginspirasi yang dituliskan oleh para pengajar muda,mendekatkan kita dengan kehidupan saudara se-Tanah Air kita disana.
Semoga suatu saat nanti saya ataupun kita semua bisa ikut turut serta dalam melunasi janji kemerdekaan sesuai dengan bidangnya dan jalannya masing-masing.Amin
Langganan:
Komentar (Atom)

 



